Kesalahpahaman, ketidaksesuaian,
pertentangan dan pergesekan lain sering terjadi pada keluarga muda.
Wajar, karena masing-masing berlatar belakang berbeda. Bagaimana
menyelesaikannya?
1. Kenali keluarga
Itulah sebabnya jauh sebelum
seorang pemuda berniat mengawini muslimah, Rasulullah berpesan untuk
mempelajari bentuk asal usul calon pasangan hidup. Mengenal
pribadi-pribadi dalam keluarga si calon, mengenal cara hidup, prinsip
hidup, dan kebiasaan-kebiasaan yang sudah mentradisi dalam keluarga itu.
Bisa jadi, pengenalan terhadap keluarga ini jauh lebih penting daripada
kenal terhadap calon pasangan itu sendiri! Tidak percaya?
Ibnu Majah dan Ad-Dhailami
meriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda, "Pilihlah untuk air mani kamu
sekalian, karena sesungguhnya keturunan itu kuat pengaruhnya."
Begitu juga Ibnu Adi dan Ibnu
Syakir telah meriwayatkan dari Aisyah secara marfu' tentang hadits
Rasulullah, "Pilihlah untuk air mani kamu sekalian. Karena sesungguhnya
wanita-wanita itu melahirkan orang-orang yang menyerupai saudara
laki-laki dan perempuan mereka".
Keluarga, bagi setiap orang
adalah lingkungan khusus yang punya ciri khas tersendiri. Ini
menyebabkan para anggota keluarga mempunyai kesatuan emosional yang kuat
dan jadilah keluarga sebagai sebuah kelompok yang menyenangkan.
Kebiasaan-kebiasaan yang ada di dalamnya bisa tetap berakar hingga akhir
hayat.
Betapa kuat pengaruh lingkungan
keluarga, pernah diselidiki oleh para ahli terhadap sebuah keluarga yang
punya kebiasaan berbuat jahat, mulai berjudi, mencuri dan merampok.
Ternyata sampai tujuh generasi berikutnya, sebagaian besar anggota
keluarga mewarisi kebiasaan buruk tersebut. Rata-rata mereka menjadi
pejudi,ada yang meneruskan profesi sebagai pencuri dan rampok.
Seorang yang berasal dari
keluarga cukup, tentunya terbiasa hidup serba bersih. Ibarat tak ada
sehelai rambut pun yang belum tersapu setiap hari di rumahnya. Tak
sesudut ruangan pun yang ditata tanpa cita rasa seni. Orang yang seperti
ini bisa muntah karena bau kamar mandi yang kehabisan kapur barus, atau
ia segera menjadi tak kerasan bila keadaan rumah berantakan.
Sebaliknya, orang yang
dibesarkan dalam rumah kecil dengan kehidupn sederhana, sudah terbiasa
dengan tali jemuran malang melintang di dalam rumah dengan bau baju yang
pengap karena hari hujan. Pakaian pun ditumpuk sekedarnya, karena tak
memiliki lemari yang cukup untuk menyimpan pakaian sembilan orang
anggota keluarga. Orang dengan kebiasaan hidup seperti ini seringkali
tak lagi bisa menghargai keindahan. Bagi mereka, rumah yang bersih dan
menawarkan keindahan adalah mubazir. Yang penting rumah bisa berlindung,
tempat makan, tidur, itu sudah cukup. Kedua golongan ini akan mempunyai
banyak masalah jika bertemu dan menjadi pasangan hidup. Masalah-masalah
sepele, tapi karena telah terjadi hampir setiap hari, bisa menjadi
besar.
2. Bekas yang hilang
Selain kebiasaan umum yang
berlaku dalam sebuah keluarga, ada juga hal-hal khusus yang dialami
seseorang di masa kecil yang turut menentukan perkembangan wataknya.
Satu misal tentang kedudukannya dalam anggota keluarga. Seorang anak
perempuan di antara enam bersaudara kandung laki-laki mungkin akan
tumbuh gadis tomboy yang kasar. Si anak sulung tumbuh menjadi orang yang
terbiasa kerja keras, misalnya, sementara si bungsu bisa jadi terbiasa
dilayani.
Ada juga peristiwa-peristiwa
khusus yang menimbulkan pengaruh besar atau bahkan trauma, sehingga
membekaskan satu sifat khas, ada istri yang sulit untuk bisa mempercayai
suaminya. Segala tindakan suami ditanggapi penuh kecurigaan dan
prasangka buruk. Ternyata istri ini mempunyai pengalaman buruk terhadap
ayahnya di masa kecil. Sebelum kedua orang tuanya bercerai, selama
bertahun-tahun ia menyaksikan bagaimana ayahnya sering marah-marah,
menampar, memukul ibu di depan matanya, hanya karena persoalan-persoalan
kecil.
Seorang anak yang menderita
sakit parah hingga bertahun-tahun di masa kecil, menjadi terbiasa
dilindungi dan dilayani oleh kakak-kakak dan orang tuanya. Ketika dewasa
ia tetap meminta hampir setiap orang untuk melayani dan menyenangkan
dirinya. Ia tumbuh menjadi orang yang tak mau tahu perasaaan orang lain.
3. Saling pengertian
Setiap orang pasti mempunyai
kelebihan dan kekurangan. Ini adalah prinsip utama dalam hidup bersuami
istri. Saling memahami kekurangan masing-masing, saling tenggang rasa
dan penuh pengertian, tidak membesar-besarkan kekurangan pasangan
hidupnya. Sebaliknya, berusaha memahami dan menutup mata terhadap
kekurangan teman hidup itu, sambil terus mencari-cari kelebihannya,
memperhatikan dan memikirkan segi-segi baiknya.
Janganlah terlalu menuntut suami
atau istri untuk mau mengubah sifat dan kebiasaan hidupnya. Apalagi
jika sifat dan kebiasaan itu bentukan dari keluarga semenjak masa kecil.
Dapat diibaratkan dengan sebuah revolusi besar dan butuh proses amat
panjang.
Kunci penting lainnya dalam
masalah ini adalah keterbukaan antara suami dan istri. Suami harus tahu
sifat-sifat mana saja darinya yang tak disukai istri. Begitu juga
sebaiknya, jangan sampai ada ketidaksenangan yang mengganjal di hati.
Selanjutnya, saling memahami dan mau mengerti kekurangan masing-masing.
Lebih baik lagi jika ada keinginan untuk mau sedikit menyesuaikan diri.
Mengharap memperoleh pasangan
yang sempurna tidaklah mungkin ada. Mencari yang sesuai sifat dan
kebiasaan pun teramat sulit. Jauh lebih penting mencari pasangan yang
seide, seaqidah, karena di sanalah pokok dari segala permasalahan. Jika
pokoknya sudah sama, persoalan-persoalan selanjutnya bisalah diatasi.
Tapi jika pokoknya saja sudah bertentangan, ikatan kebahagiaan mudah
sekali goyah.
Nasihat terakhir bagi segenap
insan yang telah menikah, kesiapan anda untuk berkerluarga sama artinya
dengan kesiapan untuk berkorban, lebih mementingkan kepentingan keluarga
baru daripada kepentingan pribadi. Bersiaplah untuk mengubah diri,
sifat, dan kebiasaan lama, untuk disesuaikan dengan kebutuhan keluarga
baru anda. Kemudian bersama istri dan anak-anak, menentukan sebuah
langkah baru, sifat, dan kebiasaan kekeluargaan yang islami.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar