TARTIB berasal dari bahasa Arab (yang untuk selanjutnya dibaca tertib). Artinya berurutan dan keteraturan. Di kalangan pesantren dikenal dengan makna urut-urut yang dulu harus didahulukan dan yang belakang harus diakhirkan tidak boleh saling mendahului atau melompat-lompat.
Banyak ibadah di dalam syari’ah Islam yang mensyaratkan salah satu rukunnya adalah tertib dan ini biasanya menjadi rukun yang terakhir seperti dalam hal wudhu, sholat dan sebagainya. Rukun sendiri dalam sitilah fiqh adalah sesuatu yang harus dilakukan dalam tubuh suatu ibadah di mana ibadah itu menjadi sah adanya.
Dengan demikian tertib yang termasuk dasar dalam suatu ibadah mengandung arti bahwa ibadah tersebut sah hukumnya bila rukunnya dikerjakan secara berurutan sesuai peringkatnya. Contoh, berwudhu harus harus dimulai dari niat kemudian membasuh muka dan seterusnya sampai terakhir membasuh kaki.
Sholat harus dimulai dari niat takbirotul ihrom dan seterusnya sampai salam. Semuanya harus urut dan teratur. Tidak boleh dibolak balik atau melompat-lompat urutannya. Ada kecenderungan saat ini, tertib tersebut sekarang banyak diabaikan. Barangkali karena pengaruh serba instan atau mau cepat enak dan praktis. Bukan hanya dalam masalah sosial kemasyarakatan, namun juga dalam hal memahami dan mengamalkan agama Islam, sehingga menjauhkan fungsi Islam sebagai rohmatan lil ‘alamin.
Rukun agama Islam (bukan rukun Islam) dijelaskan ada tiga, yaitu Iman, Islam dan Ihsan (Hadis Riwayat Muslim dari Umar). Pemahaman tiga rukun dasar agama tersebut mestinya dilakukan secara tertib dan sesuai urutan.
Pertama, masalah-masalah yang menyangkut tentang keimanan (tauhid) mulai dari rukun iman yang enam (iman kepada Allah sampai kepada takdir) dengan segala cabang dan implementasinya harus betul-betul dipahami lebih dulu.
Setelah itu, yang kedua, Islam. Dari rukun yang lima yakni syahadat sampai haji dengan segala rukun, sukur ke hikmah tasyri’nya.
Barulah kemudian yang ketiga yaitu ihsan yang secara umum terekspresikan menjadi tasawuf, toriqoh, muhasabah, mujahadah dan sebagainya. Kalau rukun agama tersebut di atas tidak dipahami secara tertib, bisa-bisa muncul hamba Allah yang sok khusyu’ tetapi kalau melihat perempuan cantik mata melotot ndak berkedip (karena lemah iman). Atau kemana-mana berpakaian ala kiai, bawa tasbih bertutur bak ahli wirid namun suka menipu orang, kalau utang suka ngemplang.
Demikian pula rukun Islam yang lima (syahadat sampai haji). Idealnya juga dilakukan secara tertib jangan melompat-lompat. Bila demikian sangat mungkin kita akan melihat hamba Allah yang sudah pergi haji tapi ndak pernah sholat, karena sehabis syahadat langsung naik haji, atau sudah haji tapi ndak pernah puasa sebab begitu syahadat, sholat langsung haji.
Dan insya Allah yang paling banyak ditemukan adalah (maaf) haji pelit, karena belum pernah zakat lantas naik haji.
Dalam hal perintah amar ma’ruf nahi munkar, mestinya menurut urutan sebelum orang mencegah kemungkaran haruslah ia mengajak kebaikan dulu (persuasif) QS. Ali Imron 104, 110, 114, Al-A’rof 157 dan sebagainya. Janganlah belum mengajak kebaikan langsung nge-bom.
Contoh lain Rukun dan tertibnya orang nikah sampai punya anak mestinya : pertama ada proses lamaran, kedua ijab qobul, ketiga hamil, keempat melahirkan bayi. Entah kenapa urutan tersebut sekarang banya dibolak balik.
Yaa ..Allah… limpahkan maghfiroh-Mu.
MAHSUN, S.Pd.I
Disadur dari http://diniyah.wordpress.com/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar