Jakarta(Pinmas)—Kementerian Agama (Kemenag)
sudah menginventaris jalan keluar atas keluhan warga tentang pungutan
liar di Kantor Urusan Agama (KUA). Ada 8 jalan
keluar, namun yang paling mungkin dilakukan adalah menetapkan tarif
yang sesuai dengan tempat pernikahan atau memberikan petugas KUA insentif.
“Kami sudah menyiapkan dengan Bimas Islam dan Itjen yang terkait
dengan usaha mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik. Ada delapan
alternatif yang disiapkan, termasuk yang disampaikan oleh Pak Menteri,
kawin di kantor saja pada hari kerja, tapi kan itu ekstrem,” jelas Irjen
Kemenag M Jasin.
Jasin menyampaikan hal itu dalam jumpa pers peresmian Gedung Itjen
Kemenag di Jalan RS Fatmawati, Jakarta Selatan, Jumat (4/1/2013).
Namun, Kemenag ingin mengambil opsi yang paling berpihak di
masyarakat. Jadi dari 8 solusi yang diusulkan, 2 di antaranya yang
paling mungkin dilakukan.
“Usulan ketujuh tidak usah mengubah PP Penerimaan Negara Bukan Pajak, biaya pernikahan tetap Rp 30 ribu apabila di kantor (KUA).
Apabila nikah di luar kantor dibiayai Rp 110 ribu, ditambah jasa
profesi Rp 200 ribu sampai Rp 250 ribu, jadi tidak genap Rp 500 ribu.
Jadi misalkan dia selain menikahkan, diminta ceramah juga, ngisi
pengajian juga, jadi bisa diberikan uang jasa profesi Rp 200 ribu sampai
Rp 250 ribu,” jelas mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ini.
Sedangkan usulan solusi yang kedelapan, imbuh Jasin, adalah membebaskan biaya administrasi pernikahan di KUA. Sebagai gantinya, Kemenag akan memberikan insentif petugas KUA yang bekerja di hari libur. Jadi biaya pernikahan ditanggung APBN.
“Rp 30 ribu itu dibebaskan saja, ini menunjukkan niat Kemenag dalam
hal keberpihakan kepada publik. Lalu atas biaya penghulu di luar hari
kerja, dari pemerintah Rp 110 ribu wilayah Jawa, kemudian ada real cost,
khususnya di pegunungan dan kepulauan yang harus nyebrang laut, kita
sudah memantau di 227 KUA, ada yang satu KUA ini lingkup kerjanya 120 km,” jelasnya.
Jasin memaparkan, skemanya insentif di Pulau Jawa di luar kantor dan
hari libur Rp 110 ribu. Sedangkan di luar Jawa, ditambah real cost,
alias biaya transportasi yang sesungguhnya.
“Kalau real cost-nya Rp 200 ribu, jadi tinggal ditambah Rp 90 ribu
(dari Rp 110 ribu + Rp 90 ribu) Mudah-mudahan ini bisa ditalangi oleh APBN.
Dengan hitung-hitungan tadi kalau ada sekitar 2,5 juta pernikahan,
asumsinya butuh Rp 1 triliun. Ini yang sedang kita pikirkan, kalau masuk
APBNP alasannya juga saya rasa kurang, karena tidak mudah untuk masuk ke APBNP.
Kalau Pak Menteri punya kebijakan menggeser (anggaran) dari direktorat
lain, saya rasa bisa mengcover 80 persen, ini hanya mimpi saya,” harap
mantan Wakil Ketua KPK ini.(detik.com)
dikutip dari : http://www.kemenag.go.id/index.php?a=berita&id=116755